Modifikasi resep warisan leluhur tidak mengurangi kelezatan dan cita rasa oriental Bakmi Kering Haji Aman.
NAMA kedai Bakmi Kering Haji Aman begitu santer di Singkawang, Kalimantan Barat. Hampir tidak ada warga di kota tersebut yang tidak mengenal kedai itu. Bisa dibilang, kedai yang beralamat di Jalan A Yani itu merupakan salah satu ikon kuliner Kota Singkawang.
Sesuai dengan namanya, kedai itu menyajikan bakmi kering sebagai menu utama. Bakmi di sana dikenal gurih dan teksturnya lembut. Bumbunya pun pas di lidah. “Tidak asin, juga tidak tawar. Rasanya pas dan tidak bikin enek,” papar Ozi, seorang pelanggan.
Bakmi kering itu terdiri dari mi kuning, taoge, ayam semur, telur dadar, bakso, dan haikeng. Hidangan itu disajikan bersama kuah kaldu yang ditempatkan di mangkuk terpisah. Bakmi disantap sembari menyeruput kuah kaldu. Kelezatan mi bergaulkan taoge dan aneka sumber protein itu pun membaur dengan kesegaran kuah.
Rahasia kelezatan bakmi itu terletak pada resep warisan leluhur.
Sang pemilik, Herman, ialah mualaf berdarah Tionghoa. Orangtuanya dahulu pedagang bakmi di Singkawang.
Sejak kecil hingga remaja, Herman sering membantu orangtuanya berjualan. Dari situlah ia banyak belajar cara membuat dan meracik bakmi yang lezat.
Karena telah menjadi muslim, Herman mengganti beberapa bahan masakan dari resep warisan leluhurnya itu agar halal. “Untuk minyak bawangnya, saya gunakan minyak goreng biasa. Bahan semur dan baksonya pun diganti, yakni dari daging ayam dan sapi,” jelas Herman yang karib disapa Haji Aman.
Di luar itu, bahan-bahan masakan tetap dipertahankan. Begitu pula cara memasak dan mengolahnya , tetap merujuk ke kebiasaan turuntemurun. Itu sebabnya cita rasa oriental d a r i b a k m i itu tetap terjaga karena diadopsi dari resep Tionghoa.
Haji Aman memang membidik konsumen muslim penggemar masakan Tionghoa atau Chinese food sebagai pelanggan utama. “Kalau di tempat lain ada yang ragu, di sini dijamin kehalalannya,” ujar Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Singkawang itu, berpromosi. Selain menu utama, Bakmi Ke ring Haji Aman menyediakan bakmi rebus. Bahan dan cara penyajiannya tidak jauh berbeda. Hanya, bakmi rebus dihidangkan langsung bersama kuah dalam mangkuk yang sama.
Mi pada bakmi rebus juga tidak dicampur cuka seperti pada bakmi kering.
“Bakmi kering ada rasa asamasam segar karena diberi cuka. Jadi, rasanya tidak akan sama walaupun bakmi kering dibaur langsung bersama kuahnya, seperti bakmi rebus,” jelas Herman.
Ukuran untuk seporsi bakmi kering dan rebus tersebut terasa pas untuk mengganjal perut. Tidak lagi lapar, tidak juga sampai mengenyangkan, begitu istilah Herman menggambarkan takaran tersebut. Bakmi biasa disantap sebagai sarapan pagi atau sore. Jadi, menyantapnya memang tidak harus sekenyang seperti setelah makan siang atau malam.
Bakmi Kering Haji Aman juga menyediakan pangsit kering dan pangsit rebus. Perbedaan kedua jenis menu itu juga terletak pada cara penyajiannya. Pangsit kering dihidangkan dengan kuah kaldu terpisah, sedangkan pangsit rebus langsung dicampur kuah. Namun, bakmi kering tetap paling laris dan dicari pelanggan.
“Hampir 99% pembeli memesan bakmi kering, yang memang menjadi menu andalan di sini,” ucap Aman.
Bakmi dipatok seharga Rp13 ribu seporsi, sedangkan pangsit Rp16 ribu seporsi.
Setiap hari kedai itu rata-rata bisa menjual sebanyak 200 porsi. Penjualan bakal melonjak hingga menjadi 400 porsi saat hari libur dan sekitar 700 porsi saat perayaan Cap Go Meh.
Kedai milik lelaki 52 tahun itu sengaja hanya menyiapkan empat menu makanan. Pembatasan itu bertujuan memudahkan pelayanan dan tidak membingungkan pengunjung saat menentukan pesanan. “Hidangan pun bisa secepatnya tersaji. Dalam 1 jam kami bisa melayani hingga 70 porsi pesanan,” lanjut aman. Waralaba Aman memproduksi sendiri semua bahan mi, termasuk mi yang menjadi bahan utama masakan. Begitu pula bakso, dan haikeng, diolah sendiri.Bapak tiga anak itu bisa menghabiskan sekitar 30 kilogram terigu sehari untuk membuat mi. Haikeng dan bakso menghabiskan masing-masing 4 kilogram udang dan daging sapi untuk sekali pembuatan.
“Baksonya lembut dan sengaja dibikin kecil-kecil supaya gampang digigit dan dikunyah,“ kata Aman.
Walaupun memiliki beberapa karyawan, Aman tetap turun langsung untuk meracik bakmi dan pangsit pesanan pelanggan. Itu bertujuan menjaga kualitas dan cita rasa.Menurutnya, cita rasa masakan juga dipengaruhi keterampilan koki dalam meracik bumbu dan bahan. Jika Aman tidak sempat, tugas meracik ditangani istrinya.
Ketenaran Bakmi Kering Haji Aman mengundang beberapa pemodal untuk bermitra secara waralaba. Sebanyak 10 kedai serupa pun berdiri di Pontianak, Mempawah, Singkawang, dan beberapa kota di sekitarnya. Namun, hanya segelintir pewaralaba yang mampu bertahan.Mereka ditengarai kurang menjaga pelayanan dan kualitas serta cita rasa masakan.
“Peracikan diserahkan sepenuhnya kepada pelayan, padahal mereka bisa bergonta-ganti (masuk dan berhenti).Beda orang, tentu beda pula selera dan cara meracik masakan,“ jelas Aman. (M-5)
Sumber Media Indonesia, 21/06/2015, Halaman 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar